Ini adalah kisah yang dialami oleh
sebuah keluarga burung. Si induk menetaskan beberapa telor menjadi
burung-burung kecil yang indah dan sehat. Si induk pun sangat bahagia
dan merawat mereka semua dengan penuh kasih sayang.
Hari
berganti hari, bulan berganti bulan. Burung-burung kecil inipun mulai
dapat bergerak lincah. Mereka mulai belajar mengepakkan sayap,
mencari-cari makanan untuk kemudian mematuknya.
Dari
beberapa anak burung ini tampaklah seekor burung kecil yang berbeda
dengan saudaranya yang lain. Ia tampak pendiam dan tidak selincah
saudara-saudaranya. Ketika saudara-saudaranya belajar terbang, ia
memilih diam di sarang daripada lelah dan terjatuh, ketika
saudara-saudaranya berkejaran mencari makan, ia memilih diam dan
menantikan belas kasihan saudaranya. Demikian hal ini terjadi
seterusnya.
Saat
sang induk mulai menjadi tua dan tak sanggup lagi berjuang untuk
menghidupi anak-anaknya, si anak burung ini mulai merasa sedih.
Seringkali ia melihat dari bawah saudara-saudaranya terbang tinggi di
langit. Ketika saudara-saudarnya dengan lincah berpindah dari dahan satu
ke dahan yang lain di pohon yang tinggi, ia harus puas hanya dengan
berada di satu dahan yang rendah. Ia pun merasa sangat sedih.
Dalam
kesedihannya, ia menemui induknya yang sudah tua dan berkata, “Ibu, aku
merasa sangat sedih, mengapa aku tidak bisa terbang setinggi
saudara-saudaraku yang lain, mengapa akau tidak bisa melompat-lompat di
dahan yang tinggi aku hanya bisa berdiam di dahan yang rendah?”
Si
induk pun merasa sedih dan dengan air mata ia berkata, “Anakku, engkau
dilahirkan dengan sayap yang sempurna seperti saudaramu, tapi engkau
memilih merangkak menjalani hidup ini sehingga sayapmu menjadi kerdil.”
Hidup
adalah kumpulan dari setiap pilihan yang kita buat. Pilihan kita hari
ini menentukan bagaimana hidup kita di masa depan.Kita memiliki
kebebasan memilih tetapi setelah itu kita akan dikendalikan oleh pilihan
kita, jadi berpikirlah sebelum berbuat, sadari setiap konsekuensi dari
pilihan yang kita buat.
sumber: resensi.net